DEFINISI ETIKA DAN BISNIS
SEBAGAI SEBUAH PROFESI
1.1
Hakekat Mata Kuliah Etika Bisnis
Saat ini,
perkembangan dunia bisnis yang cepat dan dinamis hrus diimbani dengan
aturan-aturan atau norma-norma agar dapat mengatur bisnis itu sendiri. Sehingga
pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan kegiatan bisnis dapat berjalan
baik, lancar, dan berkesinambungan.
Melalui
pembelajaran mata kuliah
Etika Bisnis,
kita mampu membekali diri dengan pemahaman aspek-aspek penerapan konsep
teoritis tentang etika bisnis dan tanggung jawab sosial di dalam organisasi
bisnis guna meningkatkan efektifitas organisasi (SAP mata kuliah Etika
Bisnis
Universitas Gunadarma).
Selain itu, dengan
menggunakan ilmu etika bisnis maka kita dapat membayangkan bahwa kita ditantang
untuk terjun ke area baru, dimana semua bagian dunia ini saling terhubung satu
sama lain yaitu melalui pasar bebas dunia (globalisasi) dimana mendatang. Jika
kita ingin mencapai terget keberhasilan di era globalisasi, sudah saatnya kita
mampu menciptakan kegiatan bisnis itu sendiri dengan moral dan etika.
Dengan adanya
moral dan etika dalam bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, maka jurang itu dapat dikurangi, serta optimis bahwa salah
satu kendala dalam menghadapi era globalisasi dapat diatasi. Hal ini juga
menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab pelaku bisnis saja
tetapi merupakan tanggung jawab semua pihak. Sehingga diharapkan dapat terwujud
situasi dan kondisi bisnis yang sehat dan pada akhirnya dapat bermanfaat bagi
masyarakat, bangsa, dan negara.
1.2
Definisi Etika Dan Bisnis
Pengertian etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Hal ini
mengartikan bahwa etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik
aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari
satu orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lainnya
(Agus, 2012).
Secara umum, etika sama dengan moralitas, yaitu sama-sama berarti system
nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah
diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud
dalam pola perilaku yang konsisten dan berulang dalam kurun waktu yang lama
sebagaimana layaknya sebuah kebiasaan.
Sedangkan etika bisnis adalah suatu bagian yang tidak dapat dipisahkan
dalam kegiatan bisnis yang dilakukan oleh para pelaku-pelaku bisnis. Dengan
adanya moral dan etika dalam bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, maka jurang itu dapat dikurangi, serta optimis bahwa salah
satu kendala dalam menghadapi era globalisasi dapat diatasi.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa etika bisnis merupakan
studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dansalah. Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan pada kebijakan, institusi,
dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
1.3
Etiket Moral, Hukum Dan Agama
Etiket berasal
dari bahasa Prancis, yaitu ethiquete
yang berarti tata cara pergaulan yang baik antar sesame manusia. Sedangkan
etika berasal dari bahasa Yunani/latin yang berarti falsafah moral dan
merupakan tat acara hidup yang baik dan benar yang dilihat dari aspek sosial,
budaya, dan agama.
Keduanya juga
memiliki kesamaan yaitu mempunyai objek yang sama, yaitu perilaku atau tindak
tanduk manusia. Serta keduanya juga mengatur perilaku manusia secara normatif,
yang berarti mengatur apa yang harus dilakukan dan boleh tidaknya hal itu
dilakukan.
Menurut Agus,
2012 dalam bukunya yang berjudul “Etika
Bisnis bagi Pelaku Bisnis” menjelaskan bahwa etika bisnis juga meliputi
norma umum yang berlaku di masyarakat, yaitu:
1.
Norma Sopan Santun. Yaitu norma yang mengatur
pola perilaku dan sikap lahiriah manusia. Misalnya menyangkut sikap dan
perilaku seperti saat kita bertamu, makan, dan minum, cara duduk dan
berpakaian, dan lainnya. Norma ini menyangkut tata cara lahiriah dalam
pergaulan antar manusia sehari-hari.
2.
Norma Hukum. Yaitu norma yang dituntut
keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat Karena di anggap perlu dan niscaya
demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Norma
ini mencerminkan keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut
dan kesejahteraan bermasyarakat.
3.
Norma Moral. Yaitu aturan mengenai
sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma ini menyangkut aturan tentang
baik-buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh yang dilihat
sebagai manusia. Norma moral dipakai sebagai indikator oleh masyarakat untuk
menilai baik-buruknya tindakan manusia kepada pihak lain dengan fungsi dan
jabatannya di masyarakat.
1.4
Klasifikasi Etika
Pada dasarnya, etika bisnis terbagi atas dua macam (Agus, 2012), yaitu:
1.
Teori Deontologi, teori ini beradal dari bahasa Yunani, “Deon” yang berarti kewajiban. Etika
Deontologi menekankan pada kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Suatu
tindakan yang baik bukan dinilai dan dibenarkan berdasarkan akibatnya atau
tujuan baik dari tindakan yang dilakukan, tetapi dinilai berdasarkan tindakan
itu sendiri baik pada diri sendiri. Dengan kata lain tindakan tersebut bernilai
moral Karena dilakukan terlepas dari tujuan atau akibat yang timbul akibat
tindakan itu.
2.
Etika Teologi, Teori ini mengukur baik
buruknya suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai
atau berdasarkan akibat yang timbul atas tindakan tersebut. Suatu tindakan
dinilai baik jika bertujuan untuk mencapai sesuatu yang baik, atau akibat yang
ditimbulkan dari tindakan tersebut baik dan bermanfaat. Contohnya jika seorang
anak mencuri uang untuk membiayai berobat ibunya yang sedang sakit. Tindakan
ini baik untuk moral kemanusiaan, tetapi dari aspek hokum jelas tindakan ini
melanggar hukum. Etika teologi ini lebih bersifat situasional, Karena tujuan
dan akibat suatu tindakan sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.
1.5
Konsepsi Etika
Dilihat dari
kenyataan yang terjadi di lapangan, bisnis dan etika merupakan dua hal yang
bertolak belakang dan berneda. Banyak opini yang mengatakan jika bisnis mau
mendapatkan keuntungan, maka harus melupakan dan melanggar etika.
Etika sendiri
tidak memiliki sanksi yang jelas selain sanksi moral yang melekat di masyarakat
atau sanksi dari Yang Maha Kuasa. Jadi, jika mengacu pada aspek hukum, maka
melanggar etika sanksinya tidak jelas, atau hanya sanksi moral semata. Sehingga
pada kenyataannya, sering kali etika tidak begitu diperhatikan.
Dalam jangka
pendek, bisnis yang tidak memperhatikan etika biasa saja akan mendapat
keuntungan lebih besar. Namun dalam jangka waktu yang lama, biasanya bisnis
tersebut menimbulkan masalah dan mendapat sanksi moral dari masyarakat yang
tentu saja sangat merugikan bisnis itu sendiri. Dari konsep inilah bisa
dikatakan bahwa etika dalam berbisnis itu merupakan keharusan dan mutlak untuk
dilaksanakan.
Walaupun
beberapa aspek etika sudah diformalkan menjadi hukum, regulasi dan aturan,
tetapi masih banyak aspek etika yang belum jelas bagaimana mengukurnya.
Sehingga diperlukan pedoman yang menilai suatu kegiatan yang memenuhi nilai
etika yang disimpulkan bahwa tindakan dianggap beretika apabila kita tidak
keberatan jika orang lain melakukan hal itu terhadap diri kita.
ETIKA DI DALAM PASAR GLOBAL
Nama : MUHAMAD
ABDUL AZIS
NPM : 16214883
Kelas : 3EA04
Jurusan : Manajemen 30 Maret 2017
RANGKUMAN
BAB V – ETIKA DI DALAM PASAR GLOBAL
5.1 Pengertian
Persaingan Sempurna, Monopoli, dan Oliopoli
5.1.1 Persaingan
Sempurna
Menurut Untung (2012) dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Etika Bisnis, menjelaskan
bahwa pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana tidak ada pembeli atau
penjual yang memiliki kekuatan cukup signifikan untuk mempengaruhi harga
barang-barang yang ditawarkan.
Karakteristik persaingan sempurna adalah
penjual dan pembeli yang banyak, informasi pesaing yang lebih terbuka, barang
yang dijual antar penjual tergolong mirip, tidak ada pihak luar misalnya
pemerintah yang mengatur harga. Sehingga bisa disimpulkan bahwa pasar
persaingan sempurna dapat memberikan keadilan, memenuhi utilitarianisme, dan
menghargai hak-hak moral tertentu.
5.1.2 Monopoli
Monopoli adalah suatu situasi dalam
pasar dimana hanya ada satu atau segelincir perusahaan yang menjual produk atau
komoditas tertentu yang tidak punya pengganti yang mirip dan ada hambatan bagi
perusahaan atau pengusaha lain untuk masuk dalam bidang industri atau bisnis
tersebut.
Secara
lebih tegas perlu kita bedakan antara dua macam monopoli. Pertama adalah monopoli
alamiah dan yang kedua adalah monopoli artifisial. Monopoli alamiah lahir
karena mekanisme murni dalam pasar. Dalam jenis monopoli ini, sesungguhnya
pasar bersifat terbuka.
Monopoli ini lahir secara fair, yaitu karena keunggulan teknologi,
keunggulan manajemen, keunggulan komposisi ramuan produk tertentu yang digemari
konsumen tanpa bisa ditiru perusahaan lain, dan semacamnya.
Termasuk
dalam jenis monopoli ini adalah apa yang disebut Milton Friedman sebagai monopoli karena pertimbangan-pertimbangan
teknis. Yang dimaksudkan adalah bahwa berdasarkan peryimbangan teknis tertentu,
jauh lebih efisien dan ekonomis kalau industri tertentu hanya dikuasai oleh
satu perusahaan saja dan bukannya banyak. Contoh yang paling jelas adalah
industri telepon, air, dan listrik.
Yang
jadi masalah adalah jenis monopoli yang kedua, yaitu monopoli artifisial.
Monopoli ini lahir karena persekongkolan atau kolusi politis dan ekonomi antara
pengusaha dan penguasa demi melindungi kepentingan kelompok pengusaha tersebut.
Monopoli semacam ini bisa lahir karena pertimbangan rasional maupun irasional.
Pertimbangan rasional misalnya demi melindungi industri dalam negeri, demi
memenuhi economic of scale, dan
seterusnya. Pertimbangan yang irasional bisa sangat pribadi sifatnya dan bias dari
yang samar-samar dan besar muatan ideologisnya sampai pada yang kasar dan
terang-terangan.
Monopoli artifisal umumnya bersifat
sepihak, sewenang-wenang, dan karena itu dianggap curang. Kalaupun monopoli itu
didaasarkan pada alasan rasional, misalnya demi perlindungan industri dalam
negeri atau demi meningkatkan daya saing ekonomi kita, prosedurnya tidak pernah
transparan disertai kriteria objektif bagi perusahaan yang pantas untuk
mendapat monopoli itu.
Yang paling buruk adalah monopoli
artifisial tanpa ada pertimbangan rasional dan objektif. Sumber paling pokok
dari monopoli ini adalah bantuan dari pemerintah entah secara langsung atau
tidak langsung, demi melindungi kepentingan bisnis kelompok tertentu dengan
mengorbankan kepentingan bisnis kelompok lain, atau mengorbankan kepentingan
bersama, atau pula dengan mengorbankan rasa keadilan dalam masyarakat.
Berbeda dengan monopoli alamiah,
monopoli artifisial menimbulkan beberapa masalah etis yang pelik. Pertama,
masalah keadilan. Salah satu aspek keadilan yang dilanggar oleh praktek
monopoli artifisial adalah dilanggarnya prinsip perlakuan yang sama bagi semua
pengusaha atu kelompok bisnis.
Dalam kaitan dengan ini, yang juga
menyakitkan dan menimbulkan persoalan etis adalah bahwa Negara yang seharusnya
bersifat netral tak berpihak, dengan praktek monopoli itu telah bertindak
secara sepihak. Ini sungguh menyakitkan karena Negara telah memainkan dan
mempraktekkan politik diskriminasi dalam bidang ekonomi.
Yang juga mengalami perlakuan tidak adil
adalah konsumen atau masyarakat pada umumnya. Masyarakat dirugikan baik karena
dipaksa dan terpaksa membeli produk dari perusahaan monopolistis maupun karena
direnggut kebebasannya untuk bias memilih diantara berbagai alternative barang
kebutuhannya, yang akan terbuka baginya kalau pasar dibiarkan terbuka.
Masalah kedua yang ditimbulkan oleh
praktek monopoli artifisial adalah ketimpangan ekonomi atau apa yang disebut
sebagai ketidakadilan distributive. Masalah ketiga yang ditimbulkan oleh
praktek monopoli artifisial adalah
terlanggarnya kebebasan baik pada konsumen maupun pada pengusaha. Seperti telah
dikatakan, konsumen tidak punya pilihan lain selain produk dari perusahaan
monopolistis. Demikian pula, konsumen tidak bisa secara bebas memilih barang
dan jasa yang sesuai dengan kemampuan ekionominya karena hanya ada satu produk
dengan harga yang telah dipatok tersebut. Sementara itu, pengusaha lain jelas
tidak bisa menikmati kebebasan berusaha karena hambatan yang secara sengaja
diciptakan untuk melindungi perusahaan monopolistis. Ini benar-benar tidak etis
dan merusak mekanisme pasar yang fair.
5.1.3 Oligopoli
Oligopoli salah satu bentuk monopoli
tetapi agak berbeda sifatnya. Oligopoli agak berbeda sifatnya dengan monopoli
karena oligopoli terletak di antara pasar yang bebas dan terbuka di satu pihak
dan monopli di pihak yang lain. Milton Friedman menyebut praktek seperti ini
sebagai monopoli dengan sumber utamanya pada kolusi perusahaan swasta.
Inti dari oligopoli adalah bahwa
beberapa perusahaan sepakat baik secara tersirat maupun tersurat untuk
menetapkan harga produk dari industri sejenis pada tingkat yang jauh lebih
tinggi dari harga berdasarkan mekanisme murni dalam pasar. Dalam hal ini setiap
perusahaan sejenis sangat peka terhadap harga dan strategi pasar yang diambil
oleh masing-masing perusahaan. Dengan demikian, baik secara tersirat
(diam-diam) maupun secara tersurat (melalui perjanjian) mereka akan
menyesuaikan harga dan strategi pasar sesuai dengan langkah yang ditempuh
perusahaan lain.
Dalam praktek oligopoli yang terjadi
adalah persekongkolan antara beberapa perusahaan sejenis dengan tujuan utama
untuk mengalahkan dan mendikte konsumen. Artinya, daripada didikte oleh pasar
(konsumen), perusahaan-perusahaan tertentu bersekongkol untuk mendikte pasar,
dan dengan demikian mendikte konsumen melalui kebijaksanaan harga yang lebih
tinggi atau ketat. Memang efek sampingannya adalah bahwa perusahaan yang lain
akan sulit masuk dalam industri sejenis tersebut, tetapi sesungguhnya yang
ingin “diperangi” adalah konsumen.
Bentuk praktek kartel atau juga dikenal
sebagai persetujuan tersurat. Dalam praktek ini manajer dari beberapa
perusahaan sejenis bertemu dan mengadakan persetujuan secara tersurat untuk
membatasi persaingan di antara mereka dengan menetapkan harga jual produk
mereka jauh di atas harga yang normal dalam pasar. Tujuan akhirnya adalah untuk meraup sebsar-besarnya bagi
perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Ada banyak praktek oligopoli sejenis
ini. Dua yang paling umum digunakan adalah price-fixing dan manipulasi
penawaran. Dalam praktek price-fixing, perusahaan-perusahaan oligopolistic
sepakat untuk menetapkan harga lebih tinggi dan memaksa konsumen untuk menerima
harga tersebut. Dalam praktekmanipulasi penawaran, perusahaan-perusahaan
oligopolistic sepakat untuk menangguhkan produksi untuk kurun waktu tertentu
atau untuk menghentikan penawaran dalam kurun waktu tertentu sehingga terjadi
kelangkaan dalam pasar.dalam praktek manipulasi penawaran, timbul kesan
seakan-akan pasarlah yang menyebabkan harga naik.
Bentuk lain dari praktek oligopoli
adalah price leadership atau juga dikenal sebagai persetujuan diam-diam. Yang
terjadi adalah bahwa sudah ada semacam kesepakatan diam-diam di antara
perusahaan-perusahaan sejenis untuk menaikkan atau sebaliknya menurunkan harga
produk mereka mengikuti langkah yang diambil oleh salah satu dari perusahaan
sejenis. Asumsi dibalik praktek ini
adalah daripada bersaing satu sama lain melalui tingkat harga produk sejenis
yang beragam, lebih baik “bersekongkol” dengan menjual produknya pada tingkat
harga yang sama.
Bahwa praktek oligopoli tidak hanya
merusak mekanisme pasar dan juga kepentingan masyarakat, melainkan juga
menumpuk kekuatan ekonomi dan juga politikdalam kelompok tertentu. Akibat lebih
lanjut, perusahaan oligopolistic yang besar dan punya jaringan dan ikatan yang
raksasa tadi tidak hanya mendikte pasar, dalam hal ini berarti konsumen atau
masyarakat luas, melainkan juga pada akhirnya bisa mendikte pemerintah untuk
tunduk pada kepentingan mereka.
Perusahaan yang besar dengan kekuatan
ekonomi dan politik yang besar dapat mengerahkan sumber daya yang besar,
memproduksi barang dan jasa pada tingkat harga yang lebih murah dan efisien,
dan mampu mengumpulkan investasi yang besar dan sangat dibutuhkan untuk
mengembangkan perekonomian nasional.perusahaan-perusahaan yang oligopolistic
itu membawa persoalan etis yang serius: terlanggarnya keadilan (ada pihak-pihak
tertentu yang dirugikan: konsumen dan pengusaha lain), ada praktek yang tidak
fair atau curang, munculnya ketimpangan ekonomi karena perusahaan oligopolistic
menumpuk kekayaan ekonomi dengan mengeruk dan memeras rakyat banyak melalui
harga yang lebih tinggi. Jadi, perlu diperhatikan bagaimana perusahaan besar
yang oligopolistic itu bisa menggunakan pengaruhnya secara positif demi
kepentingan bersama; bagaimana ia dapat memanfaatkan kekuatan ekonomi dan
politiknya itu demi kemajuan bangsa dan bukannya merugikan masyarakat.
Nama : CHANDRA PUSPITA
NPM : 12214331
Kelas : 3EA04
Jurusan : Manajemen 30 Maret 2017
RANGKUMAN
BAB V – ETIKA DIDALAM PASAR GLOBAL
5.2 Monopoli dan Dimensi Etika Bisnis
5.2.1 Monopoli
Menurut Untung
(2012) dalam bukunya yang berjudul Hukum dan Etika Bisnis, menjelaskan bahwa yang
dimaksud monopoli adalah pasar dimana hanya ada satu penjual dan penjual
lainnya tidak bisa masuk ke pasar tersebut. Penjual di pasar monopoli
dengan demikian mampu mengendalikan harga atau barang-barang yang tersedia.
Perusahaan monopoli mampu menetapkan jumlah produksinya
dalam jumlah dibawah titik keseimbangan sehingga permintaan menjadi sangat
tinggi dan perusahaan memperoleh kelebihan keuntungan dengan menetapkan harga
jauh diatas harga keseimbangan pasar. Hal ini menjadikan pasar monopoli tak
teregulasi dengan baik sehingga tidak mampu mencapau ketiga nilai keadilan kapitalis,
efisiensi ekonomi, dan juga tidak menghargai hak-hak yang dicapai dalam
persaingan sempurna.
Pasar monopoli juga mengakibatkan penurunan efisiensi
dalam proses alokasi dan distribusi barang sehingga menciptakan kesenjangan
kekuasaan yang memungkinkan perusahaan monopoli memaksakan keinginan mereka
pada pembeli. Jadi, “kedaulatan” konsumen atas pasar diganti menjadi milik
produsen.
5.2.2 Dimensi Etika Bisnis
Sasaran
etika bisnis adalah membangun kesadaran kritis pelaku bisnis, bahwa bisnis
adalah profit making activity, yang
harus dicapai dengan cara-cara baik, tidak curang, tidak merugikan orang lain.
Keuntungan yang dicapai juga meliputi non financial profit, moral, citra,
pelayanan, tanggung jawab sosial, integritas moral, mutu, kepercayaan.
Terdapat
tiga sasaran dan lingkup pokok etika bisnis menurut Keraf (1998:69) sebagai
berikut :
1. Etika
bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi dan masalah
yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Etika bisnis bertujuan
untuk mengimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnisnya secara baik dan
etis. Karena bisnis yang baik dan etis menunjang keberhasilan bisnisnya dalam
jangka panjang. Dan berfungsi menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis
untuk berbisnis secara baik dan etis demi nilai-nilai luhur tertentu dan demi
kepentingan bisnisnya sendiri. Karena
lingkup etika bisnis yang pertama ini lebih sering ditunjukan kepada para
manajer dan pelaku bisnis, dan lebih sering berbicara mengenai bagaimana
perilaku bisnis yang baik dan etis, maka dalam lingkupnya yang pertama ini
sering kali etika bisnis disebut sebagai etika manajemen. Etika
bisnis dalam lingkupnya yang pertama ini tidak hanya menyangkut perilaku dan
organisasi perusahaan secara internal melainkan juga menyangkut secara
eksternal.
2. Sasaran
yang kedua yaitu untuk menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, karyawan dan
masyarakat luas, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar
oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini etika bisnis berfungsi
untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk
berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat. Etika
bisnis mengajak masyarakat luas untuk sadar dan berjuang menuntut haknya agar
hak dan kepentingannya tidak dirugikan oleh pembisnis.
3. Pada
sasaran ketiga, etika bisnis juga berbicara mengenai system ekonomi yang sangat
menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis
lebih bersifat makro. Dalam lingkup makro, etika bisnis berbicara mengenai
monopoli,oligopoli, kolusi dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangat
mempengaruhi tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi melainkan baik tidaknya
praktek bisnis dalam sebuah negara tersebut.
Nama
: BIMA NUGRAHA
NPM : 12214174
Kelas : 3EA04
Jurusan : Manajemen 30 Maret 2017
RANGKUMAN
BAB V – ETIKA DIDALAM PASAR GLOBAL
5.3 Etika
di Dalam Pasar Kompetitif
Memasuki
abad ke-21 perkembangan ekonomi dan perdagangan internasional, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta nilai dan kelembagaan sosial dan politik
akan semakin kompleks, sehingga peran serta masyarakat dalam segenap aspek
kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyrakat semakin diperlukan.
Berbicara
mengenai etika dunia usaha atau etika bisnis dalam pembangunan, tentu tidak
terlepas dari pembahasan mengenai perilaku (stakeholder),
yaitu pelaku ekonomi dan bisnis, pemerintah dan masyarakat dengan nilai-nilai
dalam dunia usaha, keanekaragaman serta kelembagaanya. Ketiga hal inilah yang
dikaitkan dengan upaya-upaya pembangunan nasional.
Kegiatan
bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah
menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktik bisnis yang baik,
etis, juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak Negara di dunia. Dalam
ekonomi pasar global, kita hanya bisa bertahan (survive) kalau mampu bersaing.
Untuk
dapat terus bersaing harus ada daya saing yang dihasilkan oleh produktivitas
dan efisiensi. Untuk itu pula diperlukan etika dalam berusaha. Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga berpengaruh pada masalah etika
bisnis.
Terdapat
enam inti dari etika bisnis yang pantas dikembangkan ditanah air kita :
- Pengendalian
diri
Sesuai
dengan falsafah Pancasila yang kita miliki, kita semua menyadari bahwa
keuntungan adalah motivasi bisnis. Yang ingin diatur dalam etika bisnis adalah
bagaimana cara memperoleh keuntungan tersebut, keuntungan yang diperoleh dengan
cara yang curang, tidak adil dan bertentangan tentu saja tidak sesuai dengan
etika dalam berbisnis oleh karena itu etika bisnis membatasi besarnya
keuntungan. Kewajaran merupakan ukuran yang relatif, tetapi harus tetap
diupayakan.
- Kepekaan
terhadap keadaan dan lingkungan masyarakat
Etika
bisnis harus mengandung pula sikap solidaritas social. Misalnya, dalam keadaan
langka, harga suatu barang dapat ditetapkan sesuka hati oleh mereka yang
menguasai sisi penawaran. Di sini penghayatan dan kepekaan akan tanggung jawab
dan solidaritas sosial harus menjadi rambu-rambu.
- Mengembangkan
suasana persaingan yang sehat
Persaingan
menghasilkan dunia usaha yang dinamis dan terus berusaha menghasilkan yang
terbaik. Namun persaingan haruslah adil dengan aturan-aturan yang jelas dan
berlaku bagi semua orang. Dengan demikian persaingan harus diatur agar selalu
ada, dan dilakukan di antara kekuatan-kekuatan yang seimbang.
- Yang
besar membantu yang kecil
Praktik
yang etis tidak menghendaki yang besar tumbuh dengan mematikan yang kecil.
Usaha besar dalam proses pertumbuhanya harus pula membawa pertumbuhan pada
usaha kecil .
- Bisnis
bukan hanya memerhatikan masa kini atau kenikmatan saat ini
Dunia
usaha harus pula memperhatikan masa depan bangsa dan mewariskan keadaan yang
lebih baik bagi generasi yang akan datang.
- Memelihara
jati diri, jiwa kebangsaan dan jiwa patriotic
Kita
menyadari bahwa globalisasi ekonomi akan membuat membuat kegiatan bisnis
menjadi berkembangan tidak mengenal tanpa batas, struktur usaha tidak bisa lagi
dibatasi oleh nasionalitas. Karena itu, kita tidak boleh hanyut dan tidak
memandang penting lagi hakikat kebangsaan. Bisnis bisa internasional, tetapi
setiap orang pada dasarnya tidak bisa melepaskan diri dari ikatan
kewarganegaraanya.
Nama : MUHAMAD IQBAL FADILAH
NPM : 16214957
Kelas : 3EA04
Jurusan : Manajemen 30 Maret 2017
RANGKUMAN
BAB V – ETIKA DIDALAM PASAR GLOBAL
5.4 Kompetisi
Pada Pasar Ekonomi Global
Kegiatan ekonomi
global yang saat ini lebih dikenal dengan istilah globalisasi telah melibatkan
berbagai macam negara. Dengan adanya hubungan atau integrase antar negara
membuat arus penyeberangan barang, jasa, dan juga modal dari satu negara ke
negara lainnya semakin mudah. Dengan demikian, menurut Arijanto A (2011:105)
globalisasi dapat diartikan sebagai suatu
proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bangsa ke dalam suatu sistem
ekonomi global.
Berbagai macam
kegiatan secara globalisasi mulai terjadi setelah perjanjian GATT (General Agreement on Tariff and Trade)
atau suatu mekanisme perdagangan secara global melalui penciptaan kebijakan “free trade” pada April 1994.
Kesepakatan itu mengasumsikan sistem perdagangan yang terbuka lebih
menguntungkan bagi semua pihak dibanding sistem yang lebih protektif, dengan
kata lain membuat pengelolaan perdagangan menjadi lebih efektif dan efesien.
Kompetisi sendiri memiliki arti adanya persaingan antara perusahaan
untuk mencapai pangsa pasar yang lebih besar. Kompetisi antara perusahaan dalam
merebutkan pelanggan akan menuju pada inovasi dan perbaikan produk dan pada
akhirnya pada harga yang lebih rendah. Sebuah perusahaan yang memimpin pasar
dapat dikatakan sudah mencapai keunggulan kompetisi. Kompetisi baik bagi
perusahaan karena akan terus mendorong adanya inovasi, ketekunan dan membangun
semangant tim. Sekalipun demikian, tidak selamanya kompetisi selalu baik karena
kita harus memastikan bahwa para pesaing perusahaan kita tidak akan mencuri
pelanggan kita.
Dengan semakin
pesatnya perubahan yang terjadi pada kondisi ekonomi global, maka dapat dilihat
indikator-indikator dalam lingkungan bisnis secara global menurut Arijanto A
(2011:107) sebagai berikut :
1.
Menjamurnya sejumlah pesaing
baru.
Dengan semakin besarnya pengaruh globalisasi dalam perekonomian membuat
perusahaan harus memasuki lingkungan bisnis yang berbeda disbanding sebelumnya.
Persaingan dengan perusahaan lain tidak lagi hanya didalam negeri tetapi dari
mancanegara dengan teknologi dan proses kerja mutakhir. Dengan demikian, arus
globalisasi secara langsung berdampak pada jumlah pesaing.
2.
Tekanan-tekanan untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas. Selain jumlah pesaing yang semakin bertambah, maka
cara agar mampu menang dalam persaingan tersebut adalah dengan meningkatkan
mutunya. Perusahaan yang baru muncul, tidak hanya sekedar muncul tetapi muncul
dengan menawarkan produk yang berkualitas baik dengan harga yang lebih
bersaing. Strategi bisnis ini harus mengedepankan aspek kreatif, inovatif serta
atraktif.
3. Kesempatan-kesempatan baru. Semakin terbukanya akses pasar bebas atau free market maka akan sangat
dimungkinkan munculnya ide-ide baru yang dapat direalisasikan.
Hambatan-hambatan perdagangan yang berkurang membuat pertumbuhan dunia usaha
semakin meningkat, demikian pula dalam urusan kesempatan memperoleh modal usaha
dari pihak lain.
4. Deregulasi. Perubahan peraturan-peraturan sebelumnya yang cukup menghambat telah
dikurangi bahkan dihapus agar proses ekonomi diberbagai bidang dapat menjadi
lebih baik, lebih cepat, dan lebih kompetitif.
5. Keragaman Tenaga Kerja. Semakin banyaknya karakteristik tenaga kerja adalah
dampak dari penerapan pasar bebas. Hal ini dapat dilihar dari peningkatan
jumlah tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia sejak diberlakukannya AFTA
tahun 2003.
6.
Sosial, Politik, Hukum. Sistem perdagangan bebas
juga menuntut pemerintah dikelola dengan baik serta demokratis, memperhatikan
aspek Hak Asasi Manusia, persamaan hak, aliansi perdagangan, hingga tekanan
serikat pekerja internasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Arijanto,
Agus. 2012. Etika Bisnis bagi Pelaku
Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Keraf, A.
Sonny. 1998. Etika Bisnis Tuntutan dan
Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius
Untung,
DR. H. Budi. 2012. Hukum dan Etika Bisnis.
Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET
SAP Mata
Kuliah Etika Bisnis Universitas Gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar